Senin, 8 September 2025

Breaking News

  • Kepastian Hukum Ternodai: Skandal SOKSI Misbakhun dan Seruan Tokoh 66   ●   
  • Perkumpulan Doktor Nias Luncurkan Dan Lantik Pengurus Lembaga Bantuan Hukum, Yuspan Zalukhu Jadi Direktur   ●   
  • UMKM FPKB adakan lomba kuliner khas Melayu dengan hadiah puluhan juta   ●   
  • Manajemen THM D’Poin Klarifikasi: Penangkapan Narkoba Bukan di Lokasi Kami!   ●   
  • Wabup Rohil Tinjau Tapal Batas Sengketa Lahan dengan Rohul   ●   
Kepastian Hukum Ternodai: Skandal SOKSI Misbakhun dan Seruan Tokoh 66
Senin 08 September 2025, 11:40 WIB

suarahebat.com, Jakarta – Polemik besar mengguncang tubuh Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) pasca Kementerian Hukum melalui Direktorat Jenderal AHU menerbitkan Kepmenkum pada 2 September 2025 tentang kepengurusan “SOKSI” kubu Misbhakun.

Keputusan itu memicu kecaman keras dari kalangan internal SOKSI, termasuk tokoh Angkatan 66, Bachtiar Ujung, karena keputusan itu telak-telak melanggar hukum atau UU yang berlaku.

Bachtiar menjelaskan fakta Misbhakun sebagai Sekretaris Jenderal di DEPINAS SOKSI sejak 2020 bersama Ketua Umumnya Ahmadi Noor Supit, melaksanakan Munasnya pada 20 Mei 2025 lampau yang seharusnya sesuai legalitasnya adalah MUNAS DEPINAS SOKSI.  

Namun, faktanya Munas tersebut telah membajak nama SOKSI dengan memanipulasi “MUNAS DEPINAS SOKSI” menjadi “MUNAS XII SOKSI” yang statusnya sudah tentu ilegal, sebab itu bukan legalitasnya dan terang-terang melanggar Pasal 59 UU Ormas. 

"Ironisnya Munas XII SOKSI yang ilegal itu diresmikan dan dilegitimasi oleh Ketua Umum Partai Golkar Sdr. Bahlil Lahadalia meskipun sudah diingatkan oleh SOKSI melalui surat resmi dan lisan. Dari kegiatan ini terlihat sangat jelas  upaya konspirasi politik pihak tertentu dengan rencana “pencurian legalitas” SOKSI untuk kepentingan politik tertentu dan skandal Pencurian Legalitas “SOKSI Misbhakun” ini dapat diduga tidak terlepas dari peranan oknum pimpinan Partai Golkar terutama sdr. Bahlil didalamnya sebagai Ketum Partai Golkar," kata Bachtiar dalam keterangan yang diterima Minggu (7/9). 

Lanjut Bachtiar, jika dugaan ini benar, maka Ketum Partai Golkar telak melanggar Pasal 37 Anggaran Dasar Partai Golkar dan yang lebih parah lagi telah berperan merusak kepastian hukum yang dibutuhkan oleh publik dan negara bangsa ini.

“Saya heran mengapa Menteri Hukum yang membawahi Dirjen AHU – yang saya kenal seorang tokoh Gerindra dan loyalis Presiden Prabowo – justru mengambil langkah kontra-strategi seperti ini?  Apa beliau tidak tahu bahwa ini melanggar UU dan Permenkumham No 28 Tahun 2016 dan Pemenkum No 2 Tahun 2025 terkait “benefit owner” yang dimiliki SOKSI – Ketua Umum (Ketum) Ali Wongso dan akan merusak kepastian hukum serta kredibilitas pemerintahan Presiden Prabowo dimata publik dan para investor dunia? Ini sungguh kontra produktif terhadap janji kepastian hukum yang selalu ditegaskan Presiden Prabowo kepada publik” tegas Bachtiar mantan Ketua Gerakan Pelajar Pancasila Kabupaten Dairi Tahun 1966," yang juga kader senior SOKSI gemblengan Pak Suhardiman Pendiri SOKSI dan Golkar itu.

Presiden dan Menteri Diminta Segera Bertindak

Bachtiar berharap presiden dan menteri sebagai salah satu loyalis Presiden Prabowo dapat menilai kasus ini bukan sekadar masalah internal ormas, melainkan uji integritas sistem hukum dan kredibilitas negara. 

Pihaknya juga meminta Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Hukum untuk memerintahkan Dirjen AHU membatalkan SK tersebut demi memulihkan penjagaan kepercayaan publik dan pasar serta menghindari masalah lain nya yang tidak perlu.

“Jika ini dibiarkan, publik akan menilai hukum bisa dibajak. Dampaknya bukan hanya merusak citra pemerintah, ini bisa mencederai prinsip supremasi hukum, menggerus kepercayaan publik dan investor. Kepastian hukum adalah syarat mutlak bagi investasi dan pembangunan,” ujarnya.

Terlebih, kata dia, kontroversi ini mencuat di tengah kondisi politik nasional yang belum pulih pasca kerusuhan Agustus 2025 baru-baru ini.  

"Aksi protes yang diwarnai bentrokan terkait isu “Geng Solo” sempat menekan pasar keuangan dan publik pun berhak bertanya apakah ada dugaan sentuhan dari “Geng Solo” dalam skandal pencurian legalitas 'SOKSI Misbhakun' ini?" tukasnya. 

Karena itu, kata dia, kasus pencurian legalitas SOKSI ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sehingga perlu segera disikapi dengan tegas dan benar sesuai tegaknya supremasi hukum. 

Bachtiar menambah ungkapan seorang sahabatnya pengamat pasar modal, “Investor selalu memantau indikator kepastian hukum. Jika organisasi sekelas SOKSI bisa diambil alih lewat mekanisme administratif yang kontroversial dan diluar aturan hukum, maka ini indikator risiko investasi di Indonesia dapat dianggap meningkat,” kata mantan Ketua KAPPI 1966-1968 Kabupaten Dairi Sumatera Utara itu.

SOKSI: Pilar Golkar yang Jadi Taruhan

SOKSI lahir dari rahim TNI AD dengan Pangad Jenderal TNI Achmad Yani pada 20 Mei 1960 oleh Pendirinya Mayjen TNI (Purn) Prof. Dr. Suhardiman, SE di masa-masa menguatnya ancaman bahaya PKI terhadap Pancasila.  

Sebagai organisasi pengaman dan pelaksana ideologi Pancasila dengan politik negara dan doktrin Karyawanisme mengoreksi orientasi kekuasaan  partai-partai politik dan penentang keras PKI , dalam sejarahnya SOKSI adalah salah satu bidan penting dalam melahirkan Golongan Karya (Golkar) melalui Sekber Golkar, sehingga sejak itu SOKSI punya peran strategis dalam perkaderan bangsa dan konsolidasi kekuatan politik nasional.

SOKSI dengan Ketum Ali Wongso adalah kelanjutan perjuangan SOKSI yang didirikan oleh Mayjen TNI (Purn) Prof. Dr. Suhardiman, SE secara konsisten sesuai platform perjuangan, doktrin, komitmen ideologis yang diwariskan oleh Pendiri kepada seluruh kader penerus, sebagaimana lima dokumen kepercayaan tugas historis yang diberikan langsung oleh Bapak Pendiri kepada sdr Ali Wongso pada tahun 2014 hingga 2015 sebelum Bapak Pendiri wafat.

Perebutan legalitas SOKSI kini dipandang tidak hanya sebagai konflik organisasi, tetapi juga tarik-menarik kekuatan politik menjelang agenda besar partai dan pemerintahan. Kubu Misbhakun disebut-sebut mendapat dukungan pihak eksternal yang diduga berkiblat pada kepentingannya “Geng Solo”, sehingga bukan tak mungkin jika isu ini berpotensi melebar ke ranah politik praktis.

Ujian Besar Pemerintahan

Skandal legalitas SOKSI bukan sekadar soal ormas, melainkan indikator serius bagi kredibilitas hukum di era Presiden Prabowo. Jika legalitas hasil mencuri legalitas SOKSI tidak segera dibatalkan, ini bisa menjadi preseden buruk, mencoreng citra pemerintah, dan berpotensi menggerus kepercayaan publik serta investor.

"Hukum jangan bisa dibajak. Pemerintahan negara harus hadir dan bertindak tegas untuk memulihkan kepastian hukum demi masa depan bangsa. Ini tak bisa dibiarkan, jangan sampai rakyat menilai bahwa negara membiarkan intervensi terhadap hukum — sebab  itu adalah ancaman terhadap fondasi demokrasi dan usaha,” tandas Bachtiar.

"SOKSI dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasionalnya Ali Wongso beserta jajarannya diseluruh tanah air adalah pendukung loyal Presiden Prabowo Subianto, sudah tentu percaya dan berharap akan ketegasan Presiden demi memulihkan penjagaan kepastian hukum seperti halnya ketegasan Presiden menghadapi kasus kelangkaan LPG 3 Kg beberapa bulan lampau,” pungkas Bachtiar Ujung tokoh politisi dan pengusaha senior itu.

Diketahui, Bachtiar Ujung merupakan mantan Ketua Gerakan Pelajar Panca Sila (DPC GPP KAB. Dairi 1966); Ketua Periodik Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) tahun 1966-1968; Wakil Ketua Pemuda Pancasila, Bidang Pengerahan Massa tahun 1967 – 1971; Pengurus Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (Partai IPKI) tahun 1968-1971; tahun 1971 - masuk Anggota Golkar, Tim Pemenangan Golkar Kab. Dairi tahunn 1971 (Setelah PARTAI IPKI)  bergabung ke GOLKAR dan menjadi anggota SOKSI di Sekber Golkar Kab. Dairi.




Untuk saran dan pemberian informasi kepada tabloidrakyat.com, silakan kontak ke email: [email protected]


Komentar Anda


Copyright © 2025 Suarahebat.com - All Rights Reserved
Scroll to top